Friday 17 July 2015

DLCI stand for?
show frame-relay pvc
show frame-relay route]
show ip route
show ip route

4. Verify the configuration
4.1 ping from R1 to R2 and from R2 to R1
4.2 Get PVC information
R1#show frame-relay pvc
R2#show frame-rely pvc
FR Switch#show frame-relay pvc
4.3 Verify Frame Relay mappings
R1# show frame-relay map
R2# show frame-relay map
FR switch: none
4.4 Debug the Frame Relay LMI
R1# debug frame-relay lmi

5. Troubleshooting Frame Relay
5.1 Remove the frame-relay map from R1
R1# configure terminal
R1(config)# interface serial 0/0/1
R1(config-if)# encapsulation frame-relay
R1(config-if)# no frame-relay map ip 10.1.1.2 102 broadcast

5.2 ping R1 dari R2 (Ping ke yang tidak ada frame-relay map ip nya)
R2# ping 10.1.1.1
Ping should be failed

5.3 Issue the debug ip icmp command on R1(Router yang tidak ada frame-relay map ip nya)
R1# debug ip icmp

5.4 Ping R1 dari R2
R2# ping 10.1.1.1

5.5
As is shown by this debug message, the ICMP packet from R2 is reaching R1.

5.6 Issuing the show frame-relay map command
R1# show frame-relay map

6. Change the Frame Relay encapsulation type
6.1 Change the frame relay encapsulation on serial0/0/1 on R2 to IETF (Notice: interface that goes to router R1)
R2(config-if)# encapsulation frame-relay ietf
Notice:
1. no EIGRP break-up
2. FR Switch dan R2 still passing traffic

6.1 Change the encapsulation type back to the default:
R2(config-if)# encapsulation frame-relay

7. Change the LMI type
7.1 On R2
R2# configure terminal
R2(config)# interface serial 0/0/1
R2(config-if)# encapsulation frame-relay
R2(config-if)# frame-relay lmi-type ansi
R2(config-if)# ^Z
R2# copy run start

7.2 Show interface on R2
Serial0/0/1 is up, line protocol is down

7.3 Show frame-relay lmi on R2
R2# show frame-relay lmi

7.4 Issue debug frame-relay lmi command on R2. Notice that LMI packets are no longer showing up in pairs.
R2# debug frame-relay lmi

7.5 Leave debugging on and restore the LMI type to Cisco on R2
R2(config-if)# frame-relay lmi-type cisco


8. Configure frame-relay and subinterfaces
a. point-to-point sub interfaces
b. point-to-multipoint subinterfaces. Point-to-point

8.1 On FR switch, create a new PVC between R1 and R2
FR-Switch(config)# interface serial 0/0
FR-Switch(config-if)# frame-relay route 112 interface serial 0/0/1 212
FR-Switch(config-if)# interface serial0/0/1
FR-Switch(config-if)# frame-relay route 212 interface serial0/0/0 112

8.2 Create and configure a point-to-point subinterface on R1
Create subinterface 112 as a point-to-point interface. Frame Relay encapsulation must be specified on the physical interface before subinterface can be created:
R1(config)# interface serial 0/0/1.112 point-to-point
R1(config-if)# ip address 10.1.1.5 255.255.255.252
R1(config-if)# frame-relay interface-dlci 112

8.3 Create and configure a point-to-point sub-interface on R2
R2(config)# interface serial 0/0/1.212 point-to-point
R2(config-if)# ip address 10.1.1.6 255.255.255.252
R2(config-subif)# frame-relay interface-dlci 212

8.4 Verify connectivity
8.4.1 Ping R2 dari R1
R1# ping 10.1.1.6
R2# ping 10.1.1.5

R1# show frame-relay pvc
R2# show frame-relay pvc
FR-Switch# show frame-relay pvc

R1# show frame-relay map
R2# show frame-relay map
FR-Switch# show frame-relay route

8.5 Debug the frame-relay LMI




Thursday 16 July 2015

Force: physical power or strength possessed by a living being: strength or power exerted upon an object; physical coercion; violence
Energy: the capacity for vigorous activity; available power:
Power: ability to do or act; capability of doing or accomplishing something.


Acceleration: the act of accelerating; increase of speed or velocity.
  • Voltage: electromotive force or potential difference expressed in volts.
  • Ampere: the basic unit of electrical current in the International System of Units (SI), equivalent to one coulomb per second, formally defined to be the constant current which if maintained in two straight parallel conductors of infinite length, of negligible circular cross section, and placed one meter apart in vacuum, would produce between these conductors a force equal to 2 × 10 −7newton per meter of length. Abbreviation: A, amp.
  • Resistance: the standard unit of electrical resistance in the International System of Units (SI), formally defined to be the electrical resistance between two points of a conductor when a constant potential difference applied between these points produces in this conductor a current of one ampere. The resistance in ohms is numerically equal to the magnitude of the potential difference. Symbol: Ω. 
  • Potential difference: the difference between the potentials of two points in an electric field.
  • Electric Field: a vector quantity from which is determined the magnitude and direction of the force (electric force) on a charged particle due to the presence of other charged particles, accelerated charged particles, or time-varying currents. Symbol: E.  
 

Friday 10 July 2015

CARA KAPITALISME MENGUASAI DUNIA

CARA KAPITALISME MENGUASAI DUNIA
Sistem ekonomi kapitalisme telah mengajarkan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya akan terwujud jika semua pelaku ekonomi terfokus pada akumulasi kapital (modal).
Mereka lalu menciptakan sebuah mesin “penyedot uang” yang dikenal dengan lembaga perbankan. Oleh lembaga ini, sisa-sisa uang di sektor rumah tangga yang tidak digunakan untuk konsumsi akan “disedot”.
Lalu siapakah yang akan memanfaatkan uang di bank tersebut? Tentu mereka yang mampu memenuhi ketentuan pinjaman (kredit) dari bank, yaitu: fix return dan agunan. Konsekuensinya, hanya pengusaha besar dan sehat sajalah yang akan mampu memenuhi ketentuan ini. Siapakah mereka itu? Mereka itu tidak lain adalah kaum kapitalis, yang sudah mempunyai perusahaan yang besar, untuk menjadi lebih besar lagi.
Nah, apakah adanya lembaga perbankan ini sudah cukup? Bagi kaum kapitalis tentu tidak ada kata cukup. Mereka ingin terus membesar. Dengan cara apa?
Yaitu dengan pasar modal. Dengan pasar ini, para pengusaha cukup mencetak kertas-kertas saham untuk dijual kepada masyarakat dengan iming-iming akan diberi deviden.
Siapakah yang memanfaatkan keberadaan pasar modal ini? Dengan persyaratan untuk menjadi emiten dan penilaian investor yang sangat ketat, lagi-lagi hanya perusahaan besar dan sehat saja yang akan dapat menjual sahamnya di pasar modal ini.
Siapa mereka itu? Kaum kapitalis juga, yang sudah mempunyai perusahaan besar, untuk menjadi lebih besar lagi. Adanya tambahan pasar modal ini, apakah sudah cukup? Bagi kaum kapitalis tentu tidak ada kata cukup. Mereka ingin terus membesar. Dengan cara apa lagi?
Cara selanjutnya yaitu dengan “memakan perusahaan kecil”. Bagaimana caranya? Menurut teori Karl Marx, dalam pasar persaingan bebas, ada hukum akumulasi kapital (the law of capital accumulations), yaitu perusahaan besar akan “memakan” perusahaan kecil. Contohnya, jika di suatu wilayah banyak terdapat toko kelontong yang kecil, maka cukup dibangun sebuah mal yang besar. Dengan itu toko-toko itu akan tutup dengan sendirinya.
Dengan apa perusahaan besar melakukan ekspansinya? Tentu dengan didukung oleh dua lembaga sebelumnya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Agar perusahaan kapitalis dapat lebih besar lagi, mereka harus mampu memenangkan persaingan pasar. Persaingan pasar hanya dapat dimenangkan oleh mereka yang dapat menjual produk-produknya dengan harga yang paling murah. Bagaimana caranya?
Caranya adalah dengan mengusai sumber-sumber bahan baku seperti: pertambangan, bahan mineral, kehutanan, minyak bumi, gas, batubara, air, dsb. Lantas, dengan cara apa perusahaan besar dapat menguasai bahan baku tersebut? Lagi-lagi, tentu saja dengan dukungan permodalan dari dua lembaganya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Jika perusahaan kapitalis ingin lebih besar lagi, maka cara berikutnya adalah dengan “mencaplok” perusahaan milik negara (BUMN).
Kita sudah memahami bahwa perusahaan negara umumnya menguasai sektor-sektor publik yang sangat strategis, seperti: sektor telekomunikasi, transportasi, pelabuhan, keuangan, pendidikan, kesehatan, pertambangan, kehutanan, energi, dsb. Bisnis di sektor yang strategis tentu merupakan bisnis yang sangat menjanjikan, karena hampir tidak mungkin rugi. Lantas bagaimana caranya?
Caranya adalah dengan mendorong munculnya Undang-Undang Privatisasi BUMN. Dengan adanya jaminan dari UU ini, perusahaan kapitalis dapat dengan leluasa “mencaplok” satu per satu BUMN tersebut. Tentu tetap dengan dukungan permodalan dari dua lembaganya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Jika dengan cara ini kaum kapitalis sudah mulai bersinggungan dengan UU, maka sepak terjangnya tentu akan mulai banyak menemukan hambatan. Bagaimana cara mengatasinya?
Caranya ternyata sangat mudah, yaitu dengan masuk ke sektor kekuasaan itu sendiri. Kaum kapitalis harus menjadi penguasa, sekaligus tetap sebagai pengusaha.
Untuk menjadi penguasa tentu membutuhkan modal yang besar, sebab biaya kampanye itu tidak murah. Bagi kaum kapitalis hal itu tentu tidak menjadi masalah, sebab permodalannya tetap akan didukung oleh dua lembaga sebelumnya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Jika kaum kapitalis sudah melewati cara-cara ini, maka hegemoni (pengaruh) ekonomi di tingkat nasional hampir sepenuhnya terwujud. Hampir tidak ada problem yang berarti untuk dapat mengalahkan kekuatan hegemoni ini. Namun, apakah masalah dari kaum kapitalis sudah selesai sampai di sini?
Tentu saja belum. Ternyata hegemoni ekonomi di tingkat nasional saja belumlah cukup. Mereka justru akan menghadapi problem baru. Apa problemnya?
Problemnya adalah terjadinya ekses produksi. Bagi perusahaan besar, yang produksinya terus membesar, jika produknya hanya dipasarkan di dalam negeri saja, tentu semakin lama akan semakin kehabisan konsumen. Lantas, kemana mereka harus memasarkan kelebihan produksinya? Dari sinilah akan muncul cara-cara berikutnya, yaitu dengan melakukan hegemoni di tingkat dunia.
Caranya adalah dengan membuka pasar di negara-negara miskin dan berkembang yang padat penduduknya. Teknisnya adalah dengan menciptakan organisasi perdagangan dunia (WTO), yang mau tunduk pada ketentuan perjanjian perdagangan bebas dunia (GATT), sehingga semua negara anggotanya akan mau membuka pasarnya tanpa halangan tarif bea masuk, maupun ketentuan kuota impornya (bebas proteksi).
Dengan adanya WTO dan GATT tersebut, kaum kapitalis dunia akan dengan leluasa dapat memasarkan kelebihan produknya di negara-negara “jajahan”-nya.
Untuk mewujudkan ekspansinya ini, perusahaan kapitalis dunia tentu akan tetap didukung dengan permodalan dari dua lembaga andalannya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Jika kapitalis dunia ingin lebih besar lagi, maka caranya tidak hanya cukup dengan mengekspor kelebihan produksinya. Mereka harus membuka perusahaannya di negara-negara yang menjadi obyek ekspornya. Yaitu dengan membuka Multi National Coorporations (MNC) atau perusahaan lintas negara, di negara-negara sasarannya.
Dengan membuka langsung perusahaan di negara tempat pemasarannya, mereka akan mampu menjual produknya dengan harga yang jauh lebih murah. Strategi ini juga sekaligus dapat menangkal kemungkinan munculnya industri-industri lokal yang berpotensi menjadi pesaingnya.
Untuk mewujudkan ekspansinya ini, perusahaan kapitalis dunia tentu akan tetap didukung dengan permodalan dari dua lembaganya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Apakah dengan membuka MNC sudah cukup? Jawabnya tentu saja belum. Masih ada peluang untuk menjadi semakin besar lagi. Caranya? Yaitu dengan menguasai sumber-sumber bahan baku yang ada di negara tersebut.
Untuk melancarkan jalannya ini, kapitalis dunia harus mampu mendikte lahirnya berbagai UU yang mampu menjamin agar perusahaan asing dapat menguasai sepenuhnya sumber bahan baku tersebut.
Contoh yang terjadi di Indonesia adalah lahirnya UU Penanaman Modal Asing (PMA), yang memberikan jaminan bagi perusahaan asing untuk menguasai lahan di Indonesia sampai 95 tahun lamanya (itu pun masih bisa diperpanjang lagi). Contoh UU lain, yang akan menjamin kebebasan bagi perusahaan asing untuk mengeruk kekayaan SDA Indonesia adalah: UU Minerba, UU Migas, UU Sumber Daya Air, dsb.
Menguasai SDA saja tentu belum cukup bagi kapitalis dunia. Mereka ingin lebih dari itu. Dengan cara apa? Yaitu dengan menjadikan harga bahan baku lokal menjadi semakin murah. Teknisnya adalah dengan menjatuhkan nilai kurs mata uang lokalnya.
Untuk mewujudkan keinginannya ini, prasyarat yang dibutuhkan adalah pemberlakuan sistem kurs mengambang bebas bagi mata uang lokal tersebut. Jika nilai kurs mata uang lokal tidak boleh ditetapkan oleh pemerintah, lantas lembaga apa yang akan berperan dalam penentuan nilai kurs tersebut?
Jawabannya adalah dengan Pasar Valuta Asing (valas). Jika negara tersebut sudah membuka Pasar Valasnya, maka kapitalis dunia akan lebih leluasa untuk “mempermainkan” nilai kurs mata uang lokal, sesuai dengan kehendaknya. Jika nilai kurs mata uang lokal sudah jatuh, maka harga bahan-bahan baku lokal dijamin akan menjadi murah, kalau dibeli dengan mata uang mereka.
Jika ingin lebih besar lagi, ternyata masih ada cara selanjutnya. Cara selanjutnya adalah dengan menjadikan upah tenaga kerja lokal bisa menjadi semakin murah. Bagaimana caranya? Yaitu dengan melakukan proses liberalisasi pendidikan di negara tersebut. Teknisnya adalah dengan melakukan intervesi terhadap UU Pendidikan Nasionalnya.
Jika penyelenggaraan pendidikan sudah diliberalisasi, berarti pemerintah sudah tidak bertanggung jawab untuk memberikan subsidi bagi pendidikannya. Hal ini tentu akan menyebabkan biaya pendidikan akan semakin mahal, khususnya untuk pendidikan di perguruan tinggi. Akibatnya, banyak pemuda yang tidak mampu melanjutkan studinya di perguruan tinggi.
Keadaan ini akan dimanfaatkan dengan mendorong dibukanya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak-banyaknya. Dengan sekolah ini tentu diharapkan akan banyak melahirkan anak didik yang sangat terampil, penurut, sekaligus mau digaji rendah. Hal ini tentu lebih menguntungkan, jika dibanding dengan mempekerjakan sarjana. Sarjana biasanya tidak terampil, terlalu banyak bicara dan maunya digaji tinggi.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, cara-cara hegemoni kapitalis dunia di negara lain ternyata banyak mengunakan intervesi UU. Hal ini tentu tidak mudah dilakukan, kecuali harus dilengkapi dengan cara yang lain lagi. Nah, cara inilah yang akan menjamin proses intervensi UU akan dapat berjalan dengan mulus. Bagaimana caranya?
Caranya adalah dengan menempatkan penguasa boneka. Penguasa yang terpilih di negara tersebut harus mau tunduk dan patuh terhadap keinginan dari kaum kapitalis dunia. Bagaimana strateginya?
Strateginya adalah dengan memberikan berbagai sarana bagi mereka yang mau menjadi boneka. Sarana tersebut, mulai dari bantuan dana kampanye, publikasi media, manipulasi lembaga survey, hingga intervesi pada sistem perhitungan suara pada Komisi Pemilihan Umumnya.
Nah, apakah ini sudah cukup? Tentu saja belum cukup. Mereka tetap saja akan menghadapi problem yang baru. Apa problemnya?
Jika hegemoni kaum kapitalis terhadap negara-negara tertentu sudah sukses, maka akan memunculkan problem baru. Problemnya adalah “mati”-nya negara jajahan tersebut. Bagi sebuah negara yang telah sukses dihegemoni, maka rakyat di negara tersebut akan semakin miskin dan melarat. Keadaan ini tentu akan menjadi ancaman bagi kaum kapitalis itu sendiri. Mengapa?
Jika penduduk suatu negeri itu jatuh miskin, maka hal itu akan menjadi problem pemasaran bagi produk-produk mereka. Siapa yang harus membeli produk mereka jika rakyatnya miskin semua? Di sinilah diperlukan cara berikutnya.
Agar rakyat negara miskin tetap memiliki daya beli, maka kaum kapitalis dunia perlu mengembangkan Non Government Organizations (NGO) atau LSM. Tujuan pendirian NGO ini adalah untuk melakukan pengembangan masyarakat (community development), yaitu pemberian pendampingan pada masyarakat agar bisa mengembangkan industri-industri level rumahan (home industry), seperti kerajinan tradisionil maupun industri kreatif lainnya. Masyarakat harus tetap berproduksi (walaupun skala kecil), agar tetap memiliki penghasilan.
Agar operasi NGO ini tetap eksis di tengah masyarakat, maka diperlukan dukungan dana yang tidak sedikit. Kaum kapitalis dunia akan senantiasa men-support sepenuhnya kegiatan NGO ini. Jika proses pendampingan masyarakat ini berhasil, maka kaum kapitalis dunia akan memiliki tiga keuntungan sekaligus, yaitu: masyarakat akan tetap memiliki daya beli, akan memutus peran pemerintah dan yang terpenting adalah, negara jajahannya tidak akan menjadi negara industri besar untuk selamanya.
Sampai di titik ini kapitalisme dunia tentu akan mencapai tingkat kejayaan yang nyaris “sempurna”. Apakah kaum kapitalis sudah tidak memiliki hambatan lagi? Jawabnya ternyata masih ada. Apa itu? Ancaman krisis ekonomi. Sejarah panjang telah membuktikan bahwa ekonomi kapitalisme ternyata menjadi pelanggan yang setia terhadap terjadinya krisis ini.
Namun demikian, bukan berarti mereka tidak memiliki solusi untuk mengatasinya. Mereka masih memiliki jurus pamungkasnya. Apa itu?
Ternyata sangat sederhana. Kaum kapitalis cukup “memaksa” pemerintah untuk memberikan talangan (bailout) atau stimulus ekonomi. Dananya berasal dari mana? Tentu akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sebagaimana kita pahami bahwa sumber pendapatan negara adalah berasal dari pajak rakyat. Dengan demikian, jika terjadi krisis ekonomi, siapa yang harus menanggung bebannya. Jawabnya adalah: rakyat, melalui pembayaran pajak yang akan terus dinaikkan besarannya, maupun jenis-jenisnya.
Bagaimana hasil akhir dari semua ini? Kaum kapitalis akan tetap jaya dan rakyat selamanya akan tetap menderita. Dimanapun negaranya, nasib rakyat akan tetap sama. Itulah produk dari hegemoni kapitalisme dunia. [Dwi Condro Triyono, Ph.D]
Sekitar tiga bulan yang lalu (tepatnya hari Selasa 14 April 2015), Rosneft kembali memecahkan rekor dunia lagi setelah berhasil mengebor sumur terdalam di ladang minyak Chayvo, lepas pantai kepulauan Sakhalin-Rusia.
Sumur produksi O-14 memecahkan rekor karena dibor sedalam 44.291 kaki dengan lubang lateral/horizontalnya sepanjang 39.478 kaki. Sumur ini merupakan bagian proyek Sakhalin-1 yang termasuk lapangan-lapangan lepas pantai Chayvo, Odoptu dan Arkutun-Dagi
Sejak mulai mengebor di Sakhalin-1, Perusahaan ini sudah memecahkan 9 rekor dunia termasuk menorehkan dua rekor berturut-turut dalam hal kedalaman sumur pada tahun 2013.
Rosneft melaporkan, pengeboran sumur jangkauan diperpanjang (ERD = extended reach drilling) ini adalah yang paling cepat berkat proses Fast Drill yang merupakan hak paten milik ExxonMobil.
Proyek Sakhalin-1 sudah berproduksi sebanyak 80 juta ton minyak dan 16 M meterkubik gas sejak Rosneft membuka kran Chayvo pada tahun 2005. Cadangan terbanyak yang bisa diambil pada proyek ini diperkirakan sebanyak 236 juta ton minyak dan 487 M meterkubik gas.
Rosneft memegang 20% saham, ExxonMobil 30%, Sakhalin Oil and Gas Development Co. (SODECO) 30% dan perusahaan India ONGC Videsh memegang 20% saham.









Info yang bisa kita dapat:
1. Dalam/panjang sumur: 39.478 Kaki
2. Mulai digali:
3. Selesai digali:
4. Lokasi: Rusia, Kepulauan
5. Perkiraan cadangan maksimum/terbanyak:
6. Pemegang saham dan besar sahamnya:

Silahkan diisi sendiri ya.

Sunday 28 June 2015

Frame-relay






Frame-relay configuration task list:
1. Enabling Frame-relay encapsulation on an interface (required)
2. Configuring Dynamic address mapping or static address mapping (required)
3. Configuring the LMI (Optional)
4.
5.


http://www.cisco.com/c/en/us/support/docs/wan/frame-relay/16563-12.html
 http://www.cisco.com/c/en/us/td/docs/ios/12_2/wan/configuration/guide/fwan_c/wcffrely.html#wp1003060

Frame-relay multipoint configuration tanpa subinterface

1. Setiap router mempunyai 2 dlci
2. Frame relay switch hanya merutekan dlci yang diterima di satu interface ke interface lain.
3. Frame-relay multipoint configuration tanpa sub interface ini memungkinkan setiap router bisa saling ping satu sama lain.
4. Frame-relay ok



What is simple secret of frame relay:

Sebagai switch frame-relay rutekan trafik dengan dlci 122 dari interface serial 0/0 ke interface serial 0/1 dengan dlci 221.

Sebagai router frame-relay kirimkan trafik dan beri label trafik dengan nomor dlci 122. Terima dan proses hanya trafik dengan nomor label 122.